Thursday, January 28, 2010

Contemplating The Beauty of Nature

A Journey to Kampung Naga and Sampireun, West Java

Alam menjadi bagian tak terpisahkan dalam rentang sejarah panjang kehidupan manusia di dunia. Sebagai sumber kehidupan, alam menjadi saksi bagaimana manusia bertransformasi dalam setiap sendi kehidupannya. Manusia sangat bergantung pada alam, dari zaman batu hingga dalam era modern sekarang. Arsitektur sebagai bagian dari kehidupan manusia dalam berbudaya juga memiliki kedekatan dengan alam. Dimulai dari memanfaatkan ceruk goa sebagai tempat berteduh, hingga mampu menciptakan beragam bentuk gubahan masa fungsional untuk kehidupan manusia itu sendiri seperti sekarang. Kepedulian akan sinergi dengan alam juga yang sekarang banyak diperjuangkan untuk menghadirkan konsep arsitektur yang ramah lingkungan, mulai dari Green Architecture hingga Sustainable Design. Apapun konsepsi tersebut, tujuannya adalah satu, yaitu menghadirkan sinergi antara perancangan arsitektur terbangun dengan alam sebagai satu kesatuan yang harmoni.

Berangkat dari hal tersebut, maka dalam MK Perancangan Dalam Konteks Transformasi, dilakukan field trip sebagai proses pembelajaran untuk melihat dan mempelajari secara langsung bagaimana arsitektur bisa bersinergi dengan alam. Daerah yang dituju adalah Kampung Naga, dan Kampung Sampireun yang terletak di kabupaten Garut, Jawa Barat.

Perjalanan menuju Kampung Naga ditempuh melalu jalur darat dan terletak diantara jalur Bandung – Tasikmalaya melalui kota Garut. Obyek pertama yang didatangi adalah Kampung Sampireun, mengingat lokasinya yang lebih dekat dari Bandung. Selain Kampung Sampireun, kelompok studi juga mengunjungi obyek lain yang berada tidak jauh dari Kampung Sampireun, yaitu “Mulih Ka Desa”.

Destinasi ke 1 – Kampung Sampireun


Kampung Sampireun merupakan sebuah kawasan wisata resort dan spa yang menawarkan konsep alam sebagai daya tariknya. Bangunan-bangunan villa dirancang dengan bentuk arsitektur tradisional Sunda dengan memanfaatkan material alam seperti bambu, kayu dan batu alam sebagai struktur bangunannya. Adanya danau buatan menambah daya tarik kawasan, sehingga menciptakan atmosfir yang menenangkan hati. Vilia-villa dirancang mengelilingi danau, dimana danau juga dapat dipergunakan sebagai arena kegiatan dengan adanya sampan disetiap villa. Selain villa, fasilitas yang ditawarkan di kampung Sampireun ini antara lain restaurant, spa, ruang pertemuan dan lain sebagainya yang bisa disewa untuk umum tanpa harus menginap di Vila kawasan Sampireun tersebut.


Konsep alam yang ditawarkan Kampung Sampireun ini dirasa sangat tepat mengingat potensi alam di kabupaten Garut sangat baik. Sinergi antara bentuk Arsitektur terbangun dengan kekuatan alam menjadi sebuah harmoni yang menjadikan kawasan Kampung Sampireun bisa diunggulkan sebagai salah satu destinasi terbaik di Indonesia.

Destinasi ke 2 – Mulih Ka Desa


Mulih Ka Desa terletak tidak jauh dari Kampung Sampireun. Dari arah jalan utama Kota Garut, maka Mulih Ka Desa dicapai terlebih dahulu sebelum kampung Sampireun. Mulih Ka Desa merupakan restaurant yang menawarkan konsep alam sebagai daya tarik utamanya, sama seperti Kampung Sampireun. Sesuai namanya, restauran dirancang dengan memanfaatkan suasana pedesaan berupa saung-saung yang dikelilingi persawahan, lengkap dengan kerbau, sistem pengairan dan boneka-boneka sawah sebagai elemen penunjang untuk menciptakan suasana desa. Selain restaurant, Mulih Ka desa juga menawarkan tempat menginap berupa pondok-pondok yang terletak tidak jauh dari area sawah. Ada juga area Outbond serta tempat bermain bagi anak-anak sebagai daya tarik wisatawan.


Konsep yang ditawarkan konsisten sampai ke penataan makanan, dengan menggunakan peralatan-peralatan makan yang biasa dipakai di desa. Konsistensi ini cukup menarik, terutama bagi wisatawan yang berasal dari kota-kota besar, ataupun bagi mereka yang ingin bernostalgia dengan kehidupan di desa.

Keberadaan destinasi wisata dengan konsep alam seperti Kampung Sampireun dan Mulih Ka Desa bisa dikatakan sebagai akulutrasi budaya yang terjadi di Kota Garut. Kebutuhan akan tempat kontemplatif dan relaksasi bagi masyarakat kota sebagai bentuk pergeseran budaya masyarakat kota yang sibuk diwadahi dengan adanya destinasi wisata tersebut yang tetap mempertahankan kekuatan dan potensi lokal, seperti alam dan budaya masyarakat desa memberikan nilai tambah tidak hanya bagi warga masyarakat namun juga bagi pemerintah kota.


Destinasi ke 3 – Kampung Naga


Perjalanan ke Kampung Naga berjarak sekitar 24 km dari kota Garut dan ditempuh dalam waktu kurang lebih 30 menit. Jalur yang dilalui melewati bukit-bukit dan jalur yang berkelok-kelok. Namun jalur yang ada terbilang cukup lenggang karena kota Tasikmalaya sebagai destinasi akhir dapat dicapai melalui dua arah.

Gerbang Kampung Naga tidak terlihat secara langsung dari jalan utama kabupaten Garut. Hal ini dikarenakan posisi Kampung Naga yang berada lebih rendah dari jalan utama, sehingga cukup sulit dilihat, namun dapat dengan jelas dilihat dari pengunjung yang berasal dari kota Tasikmalaya.

Pemerintah daerah Jawa Barat memang mempersiapkan daerah Kampung Naga tersebut sebagai salah satu destinasi wisata, dengan menyediakan gerbang yang cukup representative, jalur aspal yang terus diperbaharui, dengan menempatkan simbol kujang sebagai karakteristik dari budaya sunda, serta jalur setapak yang telah dipersiapkan dengan rapih, disertai pula dengan adanya pemandu yang dipersiapkan untuk menjelaskan mengenai sejarah adat istiadat dan budaya yang ada di Kampung Naga tersebut yang sangat memudahkan wisatawan menikmati suasana dan mengerti keseluruhan bagian dari Kampung Naga.


Kampung Naga sendiri terletak di lembah, dimana untuk mencapainya harus melalui 438 anak tangga. Ketika sampai di bawah, kita akan disambut oleh sebuah perkampungan yang masih asri, melalui sebuah jalan setapak yang di bagian kiri dan kanannya terdapat sawah. Diujung jalan kita akan menemukan sebuah perkampungan yang didalamnya terdapat 109 kepala keluarga, yang terdiri dari 314 orang. Di Kampung Naga ini, terdapat 112 bangunan, dengan luas ± 1,5 Ha. Pada sisi Timur dan Barat Kampung Naga, terdapat hutan larangan, disebut hutan larangan, karena pepohonan yang ada di hutan tersebut tidak boleh ditebang bahkan penduduk Kampung Naga sendiri jarang menghampirinya, pada dasarnya hal ini dikarenakan hutan larangan tersebut merupakan hutan yang melindungi dan menjaga kawasan Kampung Naga dari bencana alam pada umumnya, seperti gempa, tanah longsor, dan banjir.

Hirarki pemerintahan di Kampung Naga secara formal masih sesuai pola kepimpinan milik pemerintah, namun secara mikro Kampung Naga memiliki hirarki kepemimpinan sendiri, yaitu hirarki kepemimpinan nonformal. Hirarki tersebut dipimpin oleh seorang Kuncen (pemangku adat), kemudian Lebe yang bertugas memandikan jenazah, Kunduh yang bertugas untuk mengayomi masyarakat. Sistem pemilihan pemimpin di Kampung Naga, dipilih berdasarkan garis keturunan, maka apabila Kuncen yang memimpin meninggal dunia maka yang berhak mengagantikannya adalah anak laki-laki ataupun masih dalam satu garis keturunan si Kuncen.

Bangunan yang dibangun di Kampung Naga, berorientasi ke Timur dan Barat, sedangkan pintu rumah menghadap ke sisi Utara dan Selatan, dimana tiap pintu rumah dibuat saling berhadap-hadapan. Rumah ini dibuat saling berhadapan dengan alasan faktor keamanan, dengan posisi yang saling berhadapan itu memudahkan tiap warga untuk saling mengawasi rumah yang berada di depan rumahnya, dan memudahkan bagi yang bertugas menjaga pada malam hari. Dinding bangunan terbuat dari anyaman bambu, dan bahan penutup atapnya terbuat dari pohon aren, hal ini membuat suhu di dalam ruangan akan terasa dingin saat suhu diluar sedang panas, dan akan terasa hangat disaat hujan.

Bangunan pertama yang kita temui setelah melewati sawah, adalah sebuah bangunan yang disebut Saung Lisung, bangunan ini berfungsi untuk pemprosesan padi. Di Kampung Naga ini terdapat sebuah bangunan yang disebut bangunan Keramat, bangunan keramat ini dikelilingi oleh pagar bambu yang disusun bersilang-silang. Ada juga sebuah bangunan yang disebut Tempat Bumi Agung, bangunan ini berfungsi sebagai tempat ritual adat yang digunakan enam kali dalam setahun.

Di Kampung Naga, kealamian masih dijaga, salah satu cara mereka menjaganya adalah dengan tidak menggunakan listrik. Tidak digunakannya listrik disebabkan keinginan untuk mempertahankan kealamian, kesederhanaan, untuk menghindari kebakaran, dan menghindari kesenjangan sosial. Tapi hal-hal yang berkaitan dengan barang-barang elektronik, seperti halnya tv, tidak diharamkan.

Di Kampung Naga terdapat sebuah mata air, yang tidak pernah kering, mata air ini tidak terpengaruh oleh musim. Mata air ini digunakan penduduk di Kampung Naga untuk keperluan sehari-hari seperti mencuci, mandi, dan keperluan sehari-hari lainnya.

Aturan-aturan yang diterapkan oleh penduduk di Kampung Naga adalah semata-mata untuk menjaga harmonisasi keberadaan manusia dengan segala aktivitasnya dan alam yang menjadi sumber kehidupan mereka. Banyaknya bencana alam yang terjadi sebagai imbas pemanasan global merupakan dampak dari perilaku rakus manusia untuk terus mengeruk kekayaan alam tanpa memikirkan bagaimana keberlanjutannya. Kampung Naga, Kampung Sampireun serta Mulih ka Desa mungkin hanya merupakan contoh kecil bagaimana seharusnya kita sebagai manusia memperlakukan alam. Modernitas tidak berarti merusak dan menghancurkan ekosistem serta keseimbangan alam, namun justru seharusnya mampu untuk berkembang seiring dan sejalan. Manusia dan alam saling membutuhkan, simbiosis yang seharusnya terjadi adalah mutualisme, yang menguntungkan bagi semuanya. Seperti pepatah lama yang mengatakan “The world is big enough for everyone's needs, but never enough for anyone's greed”.

Catatan:
Perjalanan dilakukan pada hari Kamis, 3 Desember 2009 dari kota Bandung, Jawa Barat.


1 comment:

  1. ah...aku suka kalimat terakhir..
    good job guys..

    keep wild!

    ReplyDelete

welcome

"urinoir08" the official blog of ganesha's arhitectural master ITB of 08. spelled urinoir intended to accomodate the works and activity of ganesha08. hoping to be a good start to develop the suitable skills to be a good architec. viva 08

ACHTUNG !!!!!

Okelah kalo bijigituh…

Hami haturkan hasa herimakasih hatas hesudiannya huntuk henyempatkan haktunya hembaca hampah hampah hapa haja hang hada hi hikiran hami, haik hang hositibh han hegatiph hingga hang hidak henonoh, hebelumnya hami hinta hapunten hohon haklumi harena hami hanya hanusia hiasa hang herupaya heksis hi hunia hang hua ini (hatanya hih humurnya huma hamper 2012)...HALAH!!!

Hekian hampah hampah hingkat hami hampaikan hecara henyeluruh herdasarkan hanalisa hawasan, hegibility, hobustness, hembentukan handmark,hanalisa hinstitusional, hetode hormal approach, 2 hig idea hingga helphi hethod…

Haaf, hulisan han herkataan hini hukan hermaksud henyaingin hara henulisan hara hALAY hang hagi hits hi hekade hini (2009..higa haun henjelang 2012)… HALAH!!!

Permisi, bukan bermaksud untuk men-suku dan meng-klan kan ankatan, dgn mencantumkan 08 (apalah artinya sebuah nama..eits, penting itu!!hahah)…tapi hanya menyalurkan asam lambung kami yang suka naik tiba tiba. Smoga hal ini bisa tetep menyambungkan tali silaturahmi kita dan teman teman lainnya, berkenaan dengan pemikiran pemikiran sampah kami, ketika dan sesudah menuntaskan hajat kami di kampus ganeca tercinta ini…

Ga ada batasan mau ngapain aja disini

Ga ada pengkotakan disini siapa yang cakep siapa yang terhinakan

Ga ada yang ditindas disini (kalo yg ngerasa teraniaya, tolong doakan kami, kami sangat butuh doa dari orang teraniaya)

Ga ada yang dibolehkan sakit hati disini (dimasukin ke hati boleh,tapi jangan sampai dendam kaya di kill bill ya)

Ga ada pemaksaaan disini, apalagi sampai memaksakan kehendak, hati dan kasih sayang…

Ga ada yang cuman baca aja disini (partisipasi dong!<

Selamat berkarya temans…

AMIN.